ArcNesia Blog - Page 3

cancel
Showing results for 
Show  only  | Search instead for 
Did you mean: 

Latest Activity

(83 Posts)
Spatial_heroes_future_leaders2
Emerging Contributor

Halo, Arcnesian!

Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan citra satelit dan beragam aplikasinya, salah satunya untuk membuat aplikasi berbasis web menggunakan Web AppBuilder. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas custom widget yang berfokus citra satelit, yaitu Web AppBuilder for Image Services (WABIS), mulai dari cara instalasi hingga kemampuan yang ditawarkan.

WABIS merupakan kumpulan widget yang memungkinkan pengguna untuk mengatur, menganalisa, dan melakukan visualisasi citra. WABIS dapat digunakan dengan mudah tanpa perlu pemrograman, bekerja dengan melengkapi framework  Web Appbuilder, dan dengan mudah diintegrasikan dengan GIS dan widget penyedia citra lain.

Beberapa contoh penggunaan widget ini dapat dilihat pada demo pada aplikasi image service Landsat-8: Landsat Viewer App dan Landsat Explorer.

 

                

Menarik dan powerful untuk digunakan, bukan?

 

Untuk menggunakan WABIS, Anda akan memerlukan:

  • Akun ArcGIS Online
  • Web AppBuilder for ArcGIS 2.4 Developer Edition
  • Web Map (ArcGIS Online) berisi citra-citra yang Anda perlukan. Anda bisa menambahkannya dari Living Atlas.
  • Koneksi internet

 

INSTALASI

  1. Lakukan instalasi dan setting AppBuilder for ArcGIS 2.4 Developer Edition. Anda dapat mengacu pada panduan ini.
  2. Unduh file zip WAB-Image-Services-Widgets-WABIS-2.0-Beta dari repositori WABIS.
  3. Ekstrak file zip WAB-Image-Services-Widgets-WABIS-2.0-Beta ke komputer Anda. Kemudian, navigasikan ke folder hasil ekstraksi berisi tema/theme (…/WAB-Image-Services-Widgets-WABIS-2.0-Beta/ WAB-Image-Services-Widgets-WABIS-2.0-Beta /theme).
  4. Copy folder tema FoldableWrapperTheme ke dalam folder theme di direktori instalasi Web Appbuilder (…/WebAppBuilderForArcGIS/client/stemapp/themes).
  5. Navigasikan kembali folder hasil ekstraksi WAB Image Services Widgets dan buka folder imagery_widget.
  6. Copy semua folder yang ada di dalam folder imagery_widget ke dalam folder widget pada direktori instalasi Web Appbuilder (…/WebAppBuilderForArcGIS/client/stemapp/themes).
  7. Buka Web AppBuilder. Apabila Web Appbuilder telah berjalan sebelumnya, tutup kemudian buka kembali.

 

Widget WABIS telah siap untuk digunakan. WABIS memiliki satu tema bawaan yaitu Foldable Wrapper Theme, yang dapat mencocokkan size widget. Anda juga dapat menggunakan widget ini untuk tema-tema lainnya juga. Pada blog ini, saya menggunakan Launchpad Theme. Informasi lebih lanjut dan tutorial pembuatan Web App menggunakan WABIS dapat diakses melalui dokumentasi WABIS.

 

WIDGETS

 1. IS Image Selector

Widget ini dapat digunakan untuk mencari layer citra berdasarkan field yang ditentukan pada saat konfigurasi widget. Misalnya, mencari layer berdasarkan tanggal atau nilai tutupan awan (cloud cover) tertentu. Dapat pula digunakan untuk menentukan layer primer dan layer sekunder (untuk keperluan membandingkan atau analisis).

2. IS Layers

Pada widget ini, Anda bisa menentukan dan mengganti layar utama dan kedua (primary and secondary) pada aplikasi. 

Untuk menambahkan/memilih waktu pada layer, gunakan IS Image Selector dan tekan tombol panah ke bawah.

Apabila melakukan suatu analisis, widget ini juga bisa digunakan untuk menambahkan layer analisis tersebut ke daftar layar secondary.

3. IS Change Detection

Change detection merupakan widget untuk melakukan analisis perbandingan antara layer primary dan secondary. Misalnya, Anda ingin membandingkan kondisi suatu hutan sebelum dan setelah kebakaran. Hasil perbandingan ditambahkan sebagai layer baru ("Result"). Layer ini dapat ditambahkan ke daftar image service yang tersedia dengan menggunakan IS Layers.

4. IS Compare

Widget ini berfungsi untuk membandingkan citra dengan secondary layer dengan cara swipe. Secondary layer daoat dipilih melalui IS Layer. Anda juga dapat memilih tipe swipe dan transparansi layer.

5. IS Display Order

Widget ini ditujukan untuk mengatur mosaik citra dengan menentukan citra mana yang ditampilkan seandainya ada citra yang tumpang tindih.

6. IS Display Parameters

Widget ini memungkinkan Anda untuk mengatur interpolasi dan kompresi dari citra pada layer utama.

7. IS Renderer

IS Renderer dapat digunakan untuk me-render citra berdasarkan setting yang sudah ditetapkan. Setting ini berupa service function akan mengatur penggunaan band atau rasio sesuai tujuan. IS Renderer dapat digunakan untuk memilih komposit warna atau indeks seperti NDVI.

8. IS Image Date

Widget ini dapat digunakan untuk menunjukkan tanggal pengambilan citra pada layer primary ataupun secondaryang tampak pada aplikasi.

9. IS Scatterplot

Widget ini mengambil nilai dua band dari layer citra (image service) dan mem-plotnya pada grafik x-y.  Anda dapat

  • Memilih area pada peta dengan menggambar dan memilih titik pada grafik,
  • Mengetahui nilai piksel pada area/piksel dengan menklik titik pada grafik, 
  • Melakukan pengaturan bagi tambahan area of interest yang akan dibuatkan grafik.

Sebagai tambahan, apabila kedua band yang dipilih sama, widget ini akan mem-plot frekuensi dari band tersebut.

10. IS Profile

Widget ini menampilkan spectral profile atau index profile (NDVI, NDVI Moisture Index, atau Urban Index) bagi layer utama terpilih.

11. IS Export

IIS Export dapat digunakan untuk menyimpan (save) citra paling atas yang terlihat ke daftar konten di Portal, atau mengekspor (export) citra tersebut secara lokal sebagai TIFF.

Demikian bahasan mengenai WABIS pada kesempatan ini. Informasi lebih lanjut dapat diakses pada Repositori WABIS: GitHub - Esri/WAB-Image-Services-Widgets: Web AppBuilder widgets for Image Services (WABIS) 

Ditulis oleh

Nadira Nanda P. Wijanarko - Technical Track Esri Indonesia Future Leaders Program 2020

more
0 0 925
Spatial_heroes_future_leaders2
Emerging Contributor

Halo Arcnesian! Pada blog kali ini saya akan membagikan tips untuk memvisualisasikan kunjungan wisatawan asing. Penyajian peta akan menggunakan Proportional Flow Map. Flow map adalah gabungan dari peta dan flow (aliran) objek yang melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat yang lain. Proportional Flow map menggunakan garis (lines) untuk mensimbolisasikan pergerakan objek, sedangkan maksud dari proportional adalah ketebalan garis untuk merepresentasikan besarnya kuantitas/jumlah dari objek yang melakukan pergerakan. Dalam studi kasus kali ini, objek yang dimaksud adalah wisatawan asing.

 

Proportional Flow Map dipilih karena memberikan kesan adanya pergerakan wisatawan dari negara asalnya untuk berkunjung ke negara lain. Selain itu, dengan ketebalan garis yang proporsional dapat menunjukkan perbedaan jumlah wisatawan tiap negara yang berkunjung. Hal tersebut yang menjadi keunggulan Proportional Flow Map dibandingkan dengan Proportional Symbol Map dalam memvisualisasikan data kunjungan wisatawan.

 

Produk Esri yang digunakan dalam pengerjaan studi kasus ini adalah ArcGIS Online. Data yang digunakan dapat diunduh dari situs Badan Statistik Pusat. Hasil dari tutorial ini merupakan Peta Distribusi Kunjungan Wisatawan ASEAN ke Indonesia pada bulan Maret 2020. 

Berikut adalah tahapan langkah kerjanya:

  1. Persiapan Data
    1. Unduh data dari situs BPS. Lakukan pengeditan data pada Excel.

    2. Hapus data kebangsaan lain selain negara ASEAN: Brunei Darussalam, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam, Laos, Cambodia, dan Myanmar. Gunakan data Jumlah Wisatawan pada bulan Maret 2020.

    3. Ubah Judul Kolom menjadi Asal_Negara dan Wisatawan_Maret_2020.
    4. Simpan dengan format .csv.
  2. Pembuatan feature layer dari file .csv
    1. Buka ArcGIS Online dan lakukan proses Sign In.
    2. Pada Tab Content. Klik Add Item > From your computer.
    3. Pilih file .csv yang sudah dipersiapkan pada tahap sebelumnya. Kemudian pada jendela Add an item from my computer, lakukan pengaturan sebagai berikut untuk menambahkan unsur spasial melalui proses geocoding Asal_Negara:
      • Locate futures by: Addresses or Places
      • In: World
      • Asal_Negara > Location Fields: Country
      • Klik Add Item.
  3. Pembuatan web map dari feature layer
    1. Setelah feature layer dibuat, dengan otomatis akan muncul proses Review Locations seperti gambar di bawah ini. Klik Yes.
    2. Proses geocoding berhasil ditandai dengan Matched (9 Total). Dan jika dilihat pada peta akan terdapat 9 fitur titik berdasarkan dengan lokasi negara. Klik Done Reviewing.
  4. Penambahan titik lokasi Indonesia dengan Map Note
    1. Pada bagian Search di kanan atas, ketik Indonesia, lakukan pencarian. 
    2. Kemudian akan muncul jendela seperti di bawah ini. Lalu klik Add to Map Notes.
    3. Titik sudah berhasil ditambahkan, pada Content > Rename, ganti nama Map Notes menjadi Indonesia.
  5. Proses analisis
    1. Analisis dilakukan untuk membuat garis flow (flowline) yang menhubungkan negara Indonesia dengan negara ASEAN lainnya. Pilih Tab Analysis > Use Proximity > Find Nearest.
    2. Pada Jendela Find Nearest ubah dengan ketentuan sebagai berikut:
      • Specify the starting locations: Indonesia
      • Find the nearest locations in: Wisatawan ASEAN Maret 2020
      • Measure: Line Distance
      • Uncheck limit bagian ke 4
      • Ganti nama layer menjadi: Flowline Wisatawan ASEAN Maret 2020 ke Indonesia
    3. Pada tampilan peta, lakukan Zoom Out agar semua wilayah ASEAN terlihat. Klik Run Analysis. Hasilnya akan muncul fitur garis seperti gambar di bawah ini:
  6. Proses visualisasi
    1. Ubah tampilan fitur Flowline Wisatawan ASEAN Maret 2020 Indonesia. Pada Change Style, lakukan pengaturan sebagai berikut:
      • Choose an attribute to show: Wisatawan_Maret_2020
      • Select a drawing style: Counts and Amounts (Size)
    2. Ubah tampilan fitur point Wisatawan ASEAN Maret 2020. Pada Change Style, lakukan pengaturan sebagai berikut:
      • Choose an attribute to show: Wisatawan_Maret_2020
      • Select a drawing style: Counts and Amounts (Size)

Ubah Basemap menjadi Dark Gray Canvas

Ubah tampilan fitur point Indonesia dengan Change Symbol > People Places. Pilih gambar untuk merepresentasikan tempat wisata.


Berikut adalah hasil akhir visualisasi:

Sekian tutorial pembuatan Peta Distribusi Kunjungan Wisatawan ASEAN ke Indonesia pada bulan Maret 2020. Selamat mencoba!

Ditulis oleh: Brigitta Maria - BD Track, FLP SH 2020

more
0 0 787
harismaulana
Emerging Contributor

Halo Arcnesian! di blog ini saya akan membagikan tutorial proses membuat peta dengan perangkat lunak ArcGIS Pro yang sangat mudah dan menyenangkan. Hal ini saya dapatkan saat mengikuti cartography MOOC yang diadakan oleh ESRI bulan lalu. Bagi Arcnesian yang sudah pro menggunakan ArcGIS Pro bisa langsung nih cus ke sini, tapi kalo mau tahu lebih jelasnya bisa pantengin terus blog ini. 

Peta di atas adalah data titik lokasi terjadinya hurricane dan siklon tropis sejak 1851 dilihat dari bumi bagian bawah (kutub selatan). Yang membuat tampilan peta tersebut menarik adalah tampilan struktur datanya menyerupai mata hurricane sungguhan (lihat gambar di bawah). Tambahan sedikit sentuhan kartografis membuat tampilannya makin kece dan estetik.

Penampakan Hurricane dilihat dari Satelit.

 

Dan nggak pake lama, langsung deh kita mulai proses buat petanya. Kuy!

Data & Sumber Data

Berikut ini data dan sumber data yang bisa Arcnesian unduh untuk mengikuti tutorial ini.

Merupakan world imagery bebas awan dari NASA Visible Earth yang sudah saya georeferensikan untuk bisa diubah ke dalam berbagai proyeksi nantinya.

Data badai ini dikumpulkan dan dibagikan secara gratis oleh NOAA. Kemudian John Nelson, kartografer ESRI, menyuntingnya menjadi data siap pakai.

Lagi-lagi, ini buah kreasi John yang nggak terpaku dengan simbol standar GIS dan memilih bereksperimen dengan simbol gambar. Nantinya simbol tersebut digunakan untuk merepresentasikan kekuatan dari hurricane yang dipetakan.

    data Natural Earth)

Natural Earth adalah tempat mengunduh dataset peta secara cuma-cuma alias gratis. Kalo masih bingung cara mengunduhnya, nih saya kasih tautan langsung untuk SHP Garis Pantai, Graticule 20 derajat, dan Ekuator.

 

Setelah semua data lengkap diunduh, ArcNesian bisa langsung jalankan ArcGIS Pro yang sudah terpasang di komputer teman-teman. Jangan lupa untuk mengekstrak file unduhan berbentuk zip.


Catatan: kalo ini kali pertama Arcnesian menggunakan ArcGis Pro saya sarankan ke sini dulu untuk dapat    panduan tampilan dasarnya.

Langkah 1: Membuat Project dan Menambahkan Data

Pada tampilan awal saat membuka ArcGIS Pro setelah sign up, lihat grup New pilih Map kemudian muncul jendala Create a New Project. Pada kolom Name ketikkan HurricaneMap sebagai nama project. Untuk kolom Location biarkan default saja, laku klik tombol OK. Lihat gambar di bawah.

Setelah itu akan muncul tampilan Peta Topogarafi USA di panel Contents. Karena nggak dibutuhkan, ArcNesian bisa menghapusnya dengan klik kanan pada layer Topographic pilih Remove. Lalu tambahkan data yang mau diolah dengan klik kanan pada Map, pilih Add Data, lalu cari file world.topo.bathy.200408.3x5400x2700.png  pada folder PetaCitraDasar di tempat penyimpanan data yang sudah ArcNesian unduh sebelumnya, lalu klik OK.

Dengan cara yang sama, tambahkan juga shapefile kategori hurricane pada folder NOAA_Hurricane_Shapefiles pilih ke-enam file .shp Cat1, Cat2, Cat3, Cat4, Cat5, CatTropicalStorm dengan tekan Ctrl pada papan tik lalu klik semua .shp tersebut. Jika sudah klik OK.

Jika berhasil, Arcnesian akan melihat tampilan peta citra dasar dunia beserta titik kategori hurricane dengan warna acak yang diberikan oleh ArcGIS Pro, seperti gambar di bawah ini.

Langkah 2: Mengubah Simbol

Everything is related to everything else, but near things are more related than distant things. -Waldo Tobler

Sejalan dengan kutipan di atas, hal yang perlu diperhatikan saat ArcNesian  menampilkan data spasial secara visual adalah keterkaitannya dengan  kenyataan. Simbol titik atau garis yang biasa-biasa saja kurang bisa mengilustrasikan hurricane yang sesungguhnya. Glowing simbol dengan blur di bagian tepinya terlihat lebih baik merepresentasikan hurricane yang sedang berputar. John Nelson menamainya Firefly Cartography. Inspirasi awalnya dari lightsaber Star Wars nih ArcNesian.

Untuk mengubah simbol, klik pada masing-masing ikon kategori yang ada di panel Contents, maka akan muncul panel Symbology. Pada Format Point Symbol pilih Properties, pilih Layer, ubah tipe poin jadi Picture marker. Pada Apperearance (klik tanda panah sebelah kiri jika perlu) pilih File, kemudian cari folder HurricanePointIconImages  sesuaikan nama ikon dan nama shapefile kategori hurricane:

Cat1 dengan Cat1,

Cat2 dengan Cat2,

Cat3 dengan Cat3,

Cat4 dengan Cat4,

Cat5 dengan Cat5,

CatTS dengan CatTropicalStrom.

Ubah Size menjadi 10pt. Klik Apply.

Penting: Urutan layer harus ArcNesian perhatikan, yang paling bawah katergori CatTropicalStrom dan yg teratas Cat5.

Kalau berhasil tampilanya akan seperti gambar di bawah ini. Ikon firefly ArcNesian sudah tampil di atas peta citra dasar.

Langkah 3: Memilih Poyeksi Terbaik

The best visualizations never celebrate the data; instead they make us learn about worldly phenomena and forget about the data. -Kirk Goldsberry

Ini adalah bagian paling penting juga paling menarik dari membuat peta hurricane. Proyeksi adalah tentang bagaimana melihat dunia dari berbagai perspektif. ArcNesian butuh proyeksi terbaik untuk mengomunikasikan data yang ada secara visual. Sebab peta adalah alat komukasi. Komunikasi antara pembuat dan pembaca peta. ArcNesian bisa lihat beberapa proyeksi di bawah ini yang menunjukkan bahwa tak semua proyeksi cocok untuk menampilkan satu dataset.

Untuk mengubah proyeksi pada peta, ArcNesian lihat pada panel Contens, lalu klik kanan pada layer Map, pilih Properties di bagian paling bawah, lalu mucul jendela Map Properties Map.

Klik pada Coordinate Systems, pada kolom Search ketikkan South Pole, tekan Enter pada keyboard. Lalu klik pada tanda panah sebelah kiri Projected Coordinate System, cari South Pole Stereographic, klik kanan, klik Copy and Modify. Pada kolom Central Meridian, isikan -145, Save, lalu klik tombol OK.

Untuk melihat keseluruhan tampilan peta, klik kanan pada layer copyworld.topo.bathy.200408.3x5400x2700.png pilih Zoom to Layer.

Sekarang Arnesian sudah mengubah tampilan peta dunia dengan view dari bawah (kutub selatan) ke atas menggunakan proyeksi South Pole Stereographic.

Oke ArcNesian, kita sudah setengah jalan. Kalau mau nyantai-nyantai, bikin kopi, atau cari cemilan di kulkas silakan. Saya tungguin. Karena langkah selanjutnya ini akan lumayan menguras perhatian. 

Kalau sudah siap, kuy deh kita lanjutin!

Langkah 4: Menyunting Peta Citra Dasar (Basemap)

Setelah memilih proyeksi terbaik, mari kita memberikan perhatian kepada Peta Citra Dasar. Meskipun tampilanya menarik, ArcNesian perlu garis bawahi bahwa tujuan Peta Citra Dasar adalah untuk memberkan konteks spasial mengenai di mana posisi kita berada. Jangan sampai tampilannya mencuri fokus perhatian dari tujuan utama kita, yakni Peta Hurricane. Dengan alasan tersebut, kita akan mengurangi saturasi dan kontras peta citra dasar agar membantu data hurricane, data utama, lebih menonjol.

Caranya, salin layer world.topo.bathy.200408.3x5400x2700.png dengan klik kanan di atasnya lalu pilih Copy. Pada layer Map, klik kanan pilih Paste. Tambahkan inisial copy di depan nama world.topo.bathy.200408.3x5400x2700.png untuk membedakan. Drag and drop salinan peta citra dasar tadi tepat di atas yang asli.

Setelahnya, klik kanan pada copyworld.topo.bathy.200408.3x5400x2700.png, pilih Symbology maka muncul panel Symbology, ubuh tipe RGB menjadi Strech. Pada Tab Appearance di grup Effect naikkan Layer Tranparancy jadi 10%.

JIka berhasil, Arcnesian akan melihat tampilan peta citra dasar yang gelap dengan ikon firefly yang menyala seperti gambar di bawah ini.

Untuk kesederhanaan penyusunan layer, ArcNesian bisa menggabung beberapa kategori hurincane menjadi satu grup layer. Caranya, pilih semua layer kategori hurricane: Cat1, Cat2, Cat3, Cat4, Cat5. CatTropicalStrom dengan cara menekan Shift pada keyboard. Setelah terpilih, klik kanan, pilih Group, kemudian ubah nama menjadi Hurricane. Lihat

seperti gambar di bawah.

Langkah 5: Mengatur Komposisi

Kita sudah hampir sampai di penhujung langkah nih ArcNesian. Untuk sementara, nonaktifkan dulu grup layer Hurricane dengan menghilangkan centang di kotak kecil  sebelah kiri layer tersebut. Kita akan menambahkan beberapa atribut pada peta untuk beberapa tujuan

Pertama, Tambahkan data shapefile garis pantai dengan nama ne_110m_coastline.shp dari folder ne_110m_coastline. Caranya klik kanan pada layer Map, pilih Add Data, cari dan pilih filenya, lalu klik OK.

Setelah muncul file shp ne_110m_coastline di panel Contens, klik pada simbol garis berwarana acak yang diberikan. Kemudian akan muncul panel Symbology pilih Properties, pilih layer, pastikan tipe garisnya Solid stroke, pada Appearance klik kotak Color pilih Color Properties.

Akan muncul jendela Color Editor, pastikan keterangannya Color Modelnya adalah RGB. Ubah angka untuk Red 255, Green 211, Blue 127 dan Transparency 80%. Klik OK. Pastikan Widthnya 1pt. Klik Apply di pojok kanak bawah.

Ke-dua, Tambahkan shapefile graticules dengan nama ne_110m_graticules_20.shp dari folder ne_110m_graticules_20 seperti cara pertama.

Pengaturan properties sama seperti cara pertama. Untuk Color Editor, pastikan keterangannya Color Modelnya adalah RGB. Ubah angka untuk Red 0, Green 132, Blue 168 dan Transparency 70%. Klik OK. Klik Apply di pojok kanak bawah.

Ke-tiga, karena garis ekuator sangat penting dalam data hurricane, kita akan menambahkan shapefile ekuator dengan nama ne_110m_geographic_lines.shp dari folder ne_110m_geographic_lines seperti cara pertama dan ke-dua.

Selanjutnya ArcNesian harus melakukan query, sebab kita hanya akan menampilkan garis ekuator dari ne_110m_geographic_lines.shp. Caranya, klik 2X pada layer ne_110m_geographic_lines.shp, lalu pilih Definition Query klik New definition query. Pada kolom Where pilih name, is equal to, Equator secara berurutan.

Setealah muncul garis equator di panel Contens, klik pada ikonnya. Kemudian muncul panel Symbology. Pilih Properties, pilih layer, pastikan tipe garisnya Solid stroke, pada Appearance klik kotak Color pilih Color Properties.

Akan muncul jendela Color Editor, pastikan keterangannya Color Modelnya adalah RGB. Ubah angka untuk Red 255, Green 211, Blue 127 dan Transparency 70%. Klik OK.

Pada Dash Effect pilih Dash type urutan ke-tiga dari atas dengan Dash template 5 3. Klik Apply di pojok kanan bawah.

Jika berhasil, Arcnesian akan melihat peta citra dasar dengan komposisi seperti gambar di bawah ini.

Langkah 6: Layout and Export. Yeay!

Pertama-tama, pada Tab Insert di grup Project pilih New Layout, pada baris ANSI Landscape pilih Legal 8.5" x 14"Akan muncul tab Layout baru.

Masih pada Tab Insert, pada grup Map  Frames, klik Map Frames, pilih layer Map yang sudah ArcNesian buat, lalu Drag and Drop dari pojok kiri atas sampai pojok kanan bawah kertas putih Layout.

Pada skala angka di bagian kiri bawah, ubah angkanya menjadi 200000000. Tidak perlu pakai titik atau koma.

Untuk menambah kesan dramatis pada garis tepi dan membantu mata terfokus pada peta, ArcNesian bisa menambahkan kotak di atas Map Frame. Caranya, pada Tab Insert, di grup Graphic, pilih Rectangel. Lalu Drag and Drop dari pojok kiri atas sampai pojok kanan bawah. Sesuaikan dengan kertas putih Layout.

Pada drawing order akan muncul layer Rectangle, kemudian klik 2x. Setelah muncul panel Format Polygon, pilih Symbol, Properties, Layer, nonaktifkan garis. Pilih Gradient Fill. Pada Appearance klik Color Scheme, pilih Color Scheme Properties. Buat empat stop color dengan cara menglik tanda tambah dengan Color, Trancparency dan Position

berturut-turut sebagai berikut:

Stop color 1: Black, 0%, 0%

Stop color 2: Black, 0%, 10%

Stop color 3: Black, 100%, 20%

Stop color 4: Black, 100%, 100%

Klik OK. Jangan lupa klik Apply di pojok kanan bawah.

Bisa ArcNesian lihat, Kutub Selatan tampak mencuri atensi kita karena kotras warna yang mencolok. Untuk mengurangi kontrasnya, salin rectangle yang pertama kemudian tempel pada layer Layout.

Flip color scheme seperti gambar di bawah. Sesuaikan empat Stop color dengan Color, Trancparency dan Position berturut-turut sebagai berikut:

Stop color 1: Black, 100%, 0%

Stop color 2: Black, 100%, 80%

Stop color 3: Black, 25%, 90%

Stop color 4: Black, 25%, 100%

Klik OK dan Apply.

Sekarang ArcNesian sudah bisa mengaktifkan layer Hurricane.

Untuk mengekspor, Acnesian klik Layout pada panel Drawing Order. Pada Tab Share pilih Layout. Akan muncul panel Export Layout, pilih File Type PNG, Simpan di lokasi  manapun dan berikan nama apapun sesuka Arcnesian. Ganti Resolution menjadi 300 DPI dan klik Export di pojok kanan bawah.

Selamat! ArcNesian sudah berhasil membuat peta hurricane.

Terima kasih sudah mengikuti dari awal. Segala kesalahan adalah milik saya, kalau Arcnesian ada saran atau pertanyaan bisa tulis di kolom komentar. Saya akan sangat terbuka dengan itu. Oh iya, saya juga meyisipkan data yang digunakan pada tutorial ini di bawah, untuk ArcNesian yang mengalami kendala saat mengunduh tautan di atas.

Salam, Haris.

more
0 0 7,673
Spatial_heroes_future_leaders2
Emerging Contributor

Every 3D Model has a volume. ArcGIS is capable to measure the 3D volume automatically and efficiency. The data will be used in this study case are DEM (Digital Elevation Model) and also its orthomosaic. I will drag the case study of waste piles. So here they are the steps to measure its:

1. Open link Arcnesia Bima -1 - Google Drive   to access the waste piles of Cipayung Landfill DEM and its orthomosaic

2. Open ArcScene

3. Click add data toolbar

    

4. Choose DEM of Cipayung Landfill and its orthomosaic to be added as layers

5. Your layers will be appeared like this on map surface

6. Right click on DEM_Sampah_utm.tif then choose properties

7. At the display tab, please choose cube as the resample during display using

8. On the base height tab, please choose floating on a custom surface with DEM_Sampah_utm.tif data as Elevation from surfaces then click ok

9. Your DEM layer become formed as 3D visualization but not sticked into the orthomosaic layer

10. If you want to make it stick to orthomosaic data, right click on orthomosaic data then choose properties

11. On base height tab, please choose floating on a custom surface with DEM_Sampah_utm.tif data as Elevation from surfaces

12. On the display tab, please choose cube as the resample during display using then click ok

13. Vuala, your layers have been sticked

14. If you wanna visualize the orthomosaic 3D scene only, you may uncheck the DEM_sampah_utm.tif as a layer

15. Now, let's measure the volume

Click search toolbar

   

16. On search window, type "Surface Volume"

   

17. Choose Surface Volume (3D Analyst)

18. Choose the DEM on Input Surface window

19, You may choose ABOVE or BELOW  as the Reference Plane, but in this case we choose the BELOW to measure its from bottom to top

20. Set the folder that will store the result by txt format

   

21. Click ok

22. You will see the result.

23. The result appeared based on the result sequences. The seuqences are Dataset, Plane_Height, Reference, Z_Factor, Area_2D, Area_3D, Volume and their results are shown based from the begininng of the sequences till end

23. Share your own result by sharing on comment section down below

more
0 0 553
rosulinanda
Emerging Contributor

Intro

      Sering kita membayangkan suatu tempat misalkan rumah tinggal kita, kantor tempat kita kerja, atau taman-taman yang biasa kita kunjungi pada sore hari bersama keluarga, sebenarnya apa fungsi dari tempat-tempat ini pada zaman dahulu, bisa jadi penjara, makam, atau masih berbentuk hutan dan sawah. Akan sangat menarik apabila kita dapat membandingkan secara langsung seperti ditampalkan/overlay pada peta digital kondisi sekarang dengan Heritage Map untuk memudahkan mendapatkan informasi tertentu. Pada beberapa bidang ilmu penampalan peta ini sangat membantu memudahkan perbandingan kondisi, seperti pada kajian perkotaan ingin melihat arah perkembangan kota bisa melalui penampalan kondisi dulu hingga sekarang dan akan terlihat kearah mana suatu kota berkembang. Atau pada studi kesejarahan ingin melihat dimana lokasi bangunan cagar budaya pada masa dulu yang hilang untuk dapat memudahkan mencarinya pada masa sekarang karena telah memiliki sistem koordinat yang sama sehingga lokasi nya akan sama karena telah ditampalkan. 

      Namun permasalahan muncul karena Heritage Map tidak memiliki sistem koordinat secara digital karena biasanya diperoleh dari hasil scan dokumen atau hard copy, sehingga kita tidak serta merta untuk dapat menampalkannya. Melalui blog post ini saya akan berbagi cara penampalan Heritage Map menggunakan Georeference Tools pada ArcGIS Pro, berikut step by step nya !

arcgispro‌ georeference‌ 

Tutorial

      Langkah pertama adalah kita perlu menyiapkan peta yang ingin kita tampalkan. Beberapa open source yang dapat kita akses untuk mendapatkan heritage map seperti di laman Colonial | architecture & town planning.

Pada blog post ini bertepatan dengan hari jadi Kota Surabaya pada 31 Mei saya ingin menapaktilasi Kota Surabaya pada jaman kolonial, saya menggunakan peta Kota Surabaya Tahun 1935 untuk coba kita tampalkan menggunakan georeference dengan kondisi sekarang, untuk melihat perubahan yang terjadi selama tahun 1935 dan sekarang. Seperti pada umumnya heritage map belum memiliki sistem koordinat secara digital sehingga kita perlu menambahkannya menggunakan tools Georeference

Info !

Heritage Map akan banyak ditemui perbedaan luas dan bentuk seperti pada lebar jalan, bentuk dan lebar sungai, serta bentuk guna lahan dikarenakan terbatasnya teknologi pemetaan pada masa itu dan/atau telah mengalami banyak perubahan kondisi. sehingga kita akan menyesuaikan pada saat proses georeference nanti. 

Setelah itu buka ArcGIS Pro, dan Login menggunakan akun anda. 

ArcGIS Pro bisa didapatkan dengan membeli subscription license ArcGIS for Personal Use disini  ArcGIS For Personal Use | Buy ArcGIS Software Online 

 

Making New Map dan Add Data

      Setelah login pada ArcGIS Pro kita akan melihat tampilan awal pada jendela ArcGIS Pro, buat lembar kerja baru dengan klik new map, beri judul peta yang akan kita buat dan simpan pada lokasi yang kita inginkan. Tampilan ArcGIS Pro akan menampilkan Basemap bawaan berupa Topographic Map.

      Basemap ini nantinya akan membantu kita mengidentifikasi titik acuan yang dapat kita identifikasi dari Heritage Map ke basemap. Kita akan menampalkan titik-titik yang menjadi intersect peta seperti persimpangan jalan, bangunan kunci, dan poin-poin yang dapat diidentifikasi baik pada peta kuno dan basemap yang kita gunakan. Sehingga untuk memudahkan mencari titik-titik intersect tersebut kita perlu merubah basemap peta ke imagery

      Setelah basemap sudah kita rubah menjadi imagery, Add data Heritage Map yang sudah kita siapkan. Haritage Map tersebut akan muncul dan akan terdisplay di suatu tempat yang bukan pada lokasi aslinya karena tidak terinput sistem koordinat didalamnya. 

Georeference

      Kita masuk pada langkah proses georeference. setelah peta terdisplay pada ArcGIS Pro, klik menu Imagery dan klik tools georeference. 

  1. Klik Georeference tab on the Imagery tab Transformation pada menu georeference dan akan keluar menu drop down menunjukkan metode yang bisa digunakan dalam melakukan georeference.

    Sedikit menjelaskan terkait metode transformasi, terdapat beberapa metode tranformasi diantaranya adalah seperti Polynomial, Spline, Adjust, Projective dan Similiarity. Masing-masing memiliki perbedaan pendekatan dalam menentukan koordinat yang tepat pada setiap sel pada raster gambar Heritage Map dan masing-masing membutuhkan jumlah kontrol point yang berbeda-beda. Setiap metode transformasi ini memiliki hasil masing-masing sehingga kita harus tepat dalam memilih transformasi sesuai dengan karakter peta yang kita proses. Kaitannya dengan Heritage Map yang memiliki karakter terjadi perbedaan luas, panjang dan bentuk dengan kondisi eksisting sehingga lebih dianjurkan untuk menggunakan transformasi Spline. 
    Kenapa Spline ?
    Karena transformasi ini memiliki akurasi pada tingkat ketelitian peta yang tinggi secara lingkup lokal dibandingkan dengan secara global. Transformasi ini meberikan hasil transformasi yang halus pada peta karena banyak penyesuaian pada Heritage Map. Pada Heritage Map untuk mendapatkan lokasi yang paling tepat sehingga antara kontrol point dan target kontrol point harus benar-benar pas dan dengan menambah semakin banyak kontrol point dapat semakin meningkatkan akurasi peta.
    Penjelasan lengkap tentang jenis-jenis transformasi georeference dapat dibaca disini Overview of georeferencing—ArcGIS Pro | Documentation  dan Fundamentals of georeferencing a raster dataset—Help | ArcGIS for Desktop  
  2. Langkah selanjutnya adalah add control point  Add Control Points
    Tips
     !
    Meletakkan control point sangat penting dalam proses Georeference. Ibaratkan meletakkan control point seperti meletakkan pin pada note yang akan kita tempel di dinding. Kita biasanya akan meletakkan 4 pin pada setiap sudut agar tidak miring. Prinsip itu sama dengan meletakkan control point pada heritage map ini, usahakan untuk meletakkan 4 control point pada setiap bagian ujung untuk mendapatkan skala yang presisi pada peta. 
    Dalam meletakkan control point kita perlu mengidentifikasi lokasi yang dapat kita kenali di heritage map dan usahakan untuk mengaplikasikan prinsip pin note pada tips diatas. 
    Control Point pertama yang dapat saya identifikasi adalah jembatan wonokromo Surabaya, kita add control point taruh target point pada lokasi yang dimaksud yakni jembatan wonokromo pada basemap. Jika kita menambahkan control point pada suatu jalan usahakan untuk meletakkan control point tepat pada as jalan. karena pada penggambaran Heritage Map ukuran lebar jalan tidak akurat, semua jalan tergambarkan dengan lebar jalan yang sama.

    Lanjutkan untuk menambahkan control point hingga minimal 10 control point agar dapat menerapkan transformasi Spline dan usahakan untuk menerapkan prinsip pin note. setelah membuat 10 control point pindahkan transformasi ke Spline pada menu Transformation tadi.
    Contoh pada gambar dibawah ini adalah Heritage Map yang sudah ditambahkan control point, disini saya menaruh control point sebanyak 32 buah untuk menambahkan keakuratan lokasi, dan menyebarkan control point tersebut merata ke setiap sisi peta. 

    Tips !
    Untuk mengecek apakah lokasi pada Heritage Map dan basemap sudah presisi kita bisa menggunakan tools swipe pada menu Appearance 
    .
  3. Setelah dipastikan Heritage Map tertampalkan dengan baik sesuai dengan basemap kita bisa meng-eksport Heritage Map tersebut ke format file Tiff agar dapat menyimpan sistem koordinat didalamnya. Klik Save As New pada menu georeference, pilih lokasi penyimpanan dan rubah Output Format menjadi Tiff.

Setelah Heritage Map kita sudah tersimpan dengan file Tiff kita dapat membukanya pada beberapa platform pemetaan yang biasa kita gunakan untuk mobilitas kita seperti Google Earth. Caranya adalah dengan import file tersebut ke ke google earth, dan pilih extensi file Tiff dan otomatis peta kita akan terdisplay di google earth dengan lokasi yang sudah kita georeference tadi. Selain itu kita juga bisa membuat web apps dengan platform esri yang lain yakni App Studio dan Web App Builder. Pada kesempatan selanjutnya saya akan berbagi cara untuk upload file geotiff ke cloud esri dan membuat Web App Persandingan Heritage Map dengan peta eksisting sekarang menggunakan Web App Builder. 

#ArcNesia

‌ArcNesiaCommunityChallenge‌

ArcGIS‌

esriindonesia‌

more
0 1 1,961
FeliaNiwanWilwatikta
Occasional Contributor

Hi ArcNesian!

Kali ini ArcMin akan membahas tentang langkah-langkah untuk mengkoneksikan PostgreSQL dengan ArcGIS Pro dan juga memasukkan Feature Class ke PostgreSQL tersebut. Sebelumnya, ayo Kita bahas tentang PostgreSQL.

Apa itu PostgreSQL? PostgreSQL adalah sistem database yang kuat untuk urusan relasi data dan bersifat open source. PostgreSQL menggunakan Bahasa SQL yang dikombinasikan dengan berbagai fitur dengan penyimpanan yang aman dan dapat menangani beban kerja terhadap data dari sebuah mesin menuju layanan web yang bisa diakses banyak orang secara bersamaan.

Lalu kenapa perlu melakukan koneksi PostgreSQL dengan ArcGIS Pro? Dalam dunia geospasial, data adalah kunci, kehilangan data maka akan menimbulkan kerugian yang besar bagi user maupun suatu perusahaan. Maka dari itu perlunya penyimpanan yang aman serta akses yang mudah merupakan pilihan dalam melakukan management data, terlebih jika kita berurusan dengan data yang banyak dan ukuran yang besar. Laptop atau PC kita tekadang tidak memiliki space untuk menyimpan data tersebut dan tentunya apa bila harddisk rusak maka data tersebut juga ikut hilang.

Nah disini ArcGIS Pro memberikan kemudahan untuk mengakses database yang disimpan pada PostgreSQL, data tersebut dapat diunggah, diedit, ataupun divisualisasikan pada ArcGIS Pro dengan berbagai tampilan Peta yang menarik tentunya.

Oke tanpa berlama-lama lagi mari kita ikuti langkah-langkah berikut untuk bisa melakukan koneksi PostgreSQL dari ArcGIS Pro!

Beberapa produk yang perlu dipersiapkan:

  • ArcGIS Pro
  • ArcGIS Server (ArcGIS Enterprise Edition)
  • PostgreSQL

Install PostgreSQL

1. Sebelum melakukan instalasi PostgreSQL ada baiknya ArcNesian melakukan pengecekan database requirement untuk PostgreSQL agar dapat menyesuaikan versi dari ArcGIS Pro. Nah berikut merupakan contoh PostgreSQL Database Requirements untuk ArcGIS 10.7.x dan ArcGIS Pro 2.3 - 2.4

PostgreSQL 11.2*

PostGIS 2.5.1*

PostgreSQL 10.7 (64 bit)

PostGIS 2.4

PostgreSQL 9.6.12 (64 bit)

PostGIS 2.3

PostgreSQL 9.5.12 (64 bit)**

PostGIS 2.2**

* Dukungan dimulai dengan ArcGIS 10.7.1 dan ArcGIS Pro 2.4.

** Dukungan berakhir setelah ArcGIS 10.7 dan ArcGIS Pro 2.3.

Supported Operating Systems

Latest Update or Service Pack Tested

Windows Server 2016 Standard and Datacenter

April 2019 updates

Windows Server 2012 R2 Standard and Datacenter

April 2019 updates

Windows Server 2012 Standard and Datacenter

April 2019 updates

Windows Server 2008 R2 Standard, Enterprise, and Datacenter

SP1 with April 2019 updates

 

Supported Operating Systems

Latest Update or Service Pack Tested

Red Hat Enterprise Linux (RHEL) Server 7

Update 5

Red Hat Enterprise Linux Server 6

Update 10

SUSE Linux Enterprise Server 12

Service Pack 3

Ubuntu Server LTS

16.04.4

 

Untuk lebih jelasnya silahkan ArcNesian menuju ke laman: PostgreSQL Database Requirement for ArcGIS Pro.

2. Kemudian download PostgreSQL sesuai requirement pada ArcGIS Pro pada laman Download PostgreSQL.

3. Install PostgreSQL > klik next sampai selesai. Apabila ArcNesian diminta melakukan pengisian password simpan password tersebut karena akan digunakan di tahap selanjutnya. Untuk port isikan sesuai default saja (5432).

4. Setelah instalasi PostgreSQL berhasil maka Langkah selanjutnya yaitu copy file: st_geometry.dll dan pgsqlengine.dll dari C:\Program Files (x86)\ArcGIS\<Versi Desktop>\DatabaseSupport\PostgreSQL\<Versi>\Windows64. Copy isi file tersebut kemudian paste ke library PostgreSQL: C:\Program Files\PostgreSQL\<Versi>\lib

 

5. Selanjutnya jalankan PostgreSQL untuk memastikan bahwa PostgreSQL telah terkonfigurasi dengan baik, dengan cara membuka PgAdmin4 pada Windows Search.

Oke ArcNesian sekarang Arcmin akan lanjut ke bagian pembuatan Enterprise Geodatabase!

Create Enterprise Geodatabase

1. Buka ArcGIS Pro lalu Create a New Project atau gunakan Project yang sudah pernah ArcNesian gunakan.

2. Setelah masuk ke halaman berikut, maka selanjutnya ArcNesian dapat memulai membuat Basis Data pada ArcGIS Enterprise. Pada Analysis Tab > Pilih Tools > Ketik Create Enterprise Geodatabase.

3. Selanjutnya isikan data sesuai dengan perintah, contohnya seperti berikut. Kemudian klik Run Apabila pembuatan database berhasil maka akan ada notifikasi di bagian bawah layer ArcNesian. Perlu diketahui password yang diisikan pada Database Administrator Password dan Geodatabase Administrator Password sama seperti password pada PostgreSQL.

4. Apabila mengalami error seperti gambar berikut:

ArcNesian memerlukan file ST_Geometry yang sesuai dengan versi ArcGIS Pro yang ArcNesian gunakan.  ArcNesian bisa mengunduh file ST_Geometry.dll dari ArcGIS Pro Database Support di Akun My-Esri ArcNesian pada laman Database Support Files > extract isi file tersebut kemudian copy file st_geometry.dll dari folder \PostgreSQL\<Versi>\Windows64 dan paste di library PostgreSQL > lakukan Create Enterprise Geodatabase ulang.

5. Database ArcNesian yang telah ArcNesian buat akan muncul pada laman PostgreSQL sebagai database tersendiri.

6. Selanjutnya hubungkan database pada PostgreSQL dengan database pada ArcGIS Pro. Klik kanan pada folder Database kemudian pilih New Database Connection. Hingga mucul jendela Database Connection.

7. Apabila jendela Database Connection telah muncul maka cek dan isilah kolom sesuai dengan database yang telah dibuat pada PostgreSQL. Jangan lupa uncheck Save User/Password agar ArcNesian dapat mengakses database tanpa ijin dari server.

8. Berikutnya berikan akses pada Enterprise Geodatabase dengan mengetikkan Enable Enterprise Geodatabase pada Tab Analysis Tools.

 

Setelah selesai membuat Enterprise Geodatabase sekarang ArcMin akan membuat Feature Class untuk mengisi database PostgreSQL ArcMin!

Membuat Feature Class

1. Setelah memiliki geodatabase pada server PostgreSQL ArcNesian, maka ArcNesian dapat membuat dan mengedit Feature Class dalam bentuk titik, garis dan polygon. ArcNesian dapat membuat Feature Class dengan cara seperti berikut:

 

2. Apabila jendela Create Feature Class telah muncul maka isikan data dari laman 1 hingga 6 sesuai kebutuhan ArcNesian. Klik finish apabila ArcNesian telah selesai mengisikan informasi yang ingin ArcNesian buat.

 

Selamat mencoba. Semoga bermanfaat buat temen-temen ArcNesian!

Sekian post kali ini, jika ada pertanyaan silahkan ArcNesian menghubungi Tim Support Esri Indonesia melalui e-mail support@esriindonesia.co.id

 

(Artikel ini dibuat oleh Muhammad Zayyanul Afwani dari Esri Indonesia Future Leaders Program)

more
2 2 4,188
DikaRojikin
Emerging Contributor

A. Latar Belakang

         Zona pesisir selalu menarik bagi manusia karena sumber daya alam yang terkandung didalamnya, terutama sumber daya untuk bahan pangan. Selain itu pesisir memberikan titik akses perdagangan dan transportasi dunia, dimana jalur laut mendominasi dalam jalur perdagangan dunia. Sekitar 60% dari itu populasi dunia saat ini tinggal di daerah pesisir, termasuk 65% kota dengan populasi lebih dari 2,5 juta (UNCED, 1992). Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (2017) menyatakan bahwa lebih dari 600 juta orang (sekitar 10 % dari populasi dunia) tinggal di daerah pantai dengan ketinggian kurang dari 10 meter diatas permukaan laut. Selain itu, sekitar 2,4 miliar orang (40 % dari populasi dunia) hidup dalam jarak 100 km (60 mil) dari pantai. Ketersediaan sumberdaya alam pesisir dan laut menjadi salah satu faktor pendorong manusia untuk tinggal di wilayah pesisir. Namun disisi lain, terdapat resiko bahaya yang disebabkan oleh alam maupun akibat aktivitas manusia itu sendiri. Indikator yang dituangkan dalam SDG’s (Sustainable Development Goals) poin 11 yaitu tahun 2020 meningkatkan jumlah kota yang mengadopsi dan menerapkan kebijakan rencana terpadu menuju inklusi, efisiensi sumber daya, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, ketahanan terhadap bencana, dan mengembangkan dan mengimplementasikan, sesuai dengan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, serta manajemen resiko bencana holistik di semua tingkatan. Langkah-langkah penting yang dilakukan pada Sendai Framework Disaster Risk Reduction 2015-2030 diantaranya yaitu memahami resiko bencana, memperkuat tata kelola untuk mengelola resiko bencana, berinvestasi dalam pengurangan resiko bencana untuk ketahanan, serta meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif dan  “Membangun Kembali dengan Lebih Baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. 

         Kota Pekalongan merupakan salah satu kota metropolitan di Provinsi Jawa Tengah yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota Pekalongan memiliki luas wilayah 45,25 km2 dengan panjang garis pantai 6,1 km. Jumlah penduduk yang ada di Kota Pekalongan sebesar 224.063 jiwa (BPS Pekalongan, 2018). Berdasarkan lokasi geografis, ancaman yang ada di kota ini dapat berasal dari darat maupun laut. Ancaman potensial tersebut diantaranya ancaman fisis, biologis, geologis, sosio – ekonomi dan hidrometeorologi. Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, diperlukan sebuah kesadaran sejak dini agar dapat meminimalisir kerugian material maupun korban jiwa jika terjadi bencana di Kota Pekalongan.

B.  TUJUAN

  • Mengkaji resiko bencana pesisir di Kota Pekalongan dalam jangka 5 tahun (2018-2023)
  • Membuat Web GIS kebencanaan di Kota Pekalongan 

C. DATA

Penilalian ini terdiri dari dua data yaitu data primer dan sekunder, dimana data primer merupakan data yang dikumpulkan dari survei lapangan sehingga diperoleh secara langsung atau data yang diperoleh langsung dari sumber dan dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, baik itu diperoleh dari jurnal dan buku, maupun dari instansi terkait.

Data primer yang digunakan yaitu:

  • Data kerentanan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Pekalongan
  • Data tipologi dan kelerengan pantai di Kota Pekalongan
  • Data tinggi genangan banjir di Kota Pekalongan

Data sekunder yang digunakan yaitu:

  • Data statistik Kota Pekalongan 2017 dalam Kota Pekalongan dalam Angka tahun 2018.
  • Data tinggi gelombang signifikan (Hs) ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts) selama 1 tahun.
  • Citra Landsat 4-5 TM tahun 1989, 1994, 1999.
  • Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2004, 2009.
  • Citra Landsat 8 OLI tahun 2013.
  • Citra Sentinel 2 MSI tahun 2018.
  • Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan tahun 2009 – 2029.
  • Data Sea Level Anomaly bulanan AVISO selama 1 tahun
  • Data prediksi pasang surut BIG (Badan Informasi Geospasial) selama 1 tahun.
  • Citra Sentinel 1 SAR tahun 2016 dan 2017.
  • Data DEM Nasional BIG (Badan Informasi Geospasial) Kota Pekalongan 

D. PRODUK ESRI 

Perangkat LunakFungsi
ArcMap 10.5Analisis Spasial dalam perhitungan indeks Resiko Pesisir
ArcGIS Explorer for ArcGISSebagai Digital Atlas dalam menentukan deliniasi banjir pasang berbasis partisipatory mapping
Survey123 for ArcGISSebagai Digital Questionaire dalam melakukan interview kepada warga
Webappbuilder for ArcGISMenampilkan data spasial dalam WebGIS
Operation DashboardMenampilkan data statistik dalam bentuk dashboard

E. METODE PENILAIAN

E.1. METODE ANALYTICAL HIERARCHICAL PROCESS (AHP)

         Metode Analytical Hierarchical Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang digunakan untuk menutupi kekurangan dari model-model sebelumnya. Perbedaan antara AHP dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak dari jenis masukannya. Model pengambilan keputusan lain memakai input kuantitatif yang berasal dari data sekunder. Sehingga hanya dapat mengolah data bersifat kuantitaif. Sedangkan model AHP menggunakan persepsi manusia yang memahami tentang permasalahan yang diajukan sebagai masukan utamanya (Wulandari, 2014). 

E.1.1 INDEKS KERENTANAN

         Indeks Kerentanan yang terdiri dari kerentanan fisik, sosial dan ekonomi. Data tersebut diperoleh dengan wawancara langsung dengan pertanyaan terbuka kepada masyarakat. Kemudian indeks kerentanan juga diperoleh dara data BPS terutama data kependudukan. 

Gambar 1. Matriks Kerentanan

Kemudian Indeks Kerentanan di kalkulasi sebagai berikut :

E.1.2 INDEKS KAPASITAS

Variabel kapasitas digunakan untuk identifikasi sarana prasarana, aset, dan kekuatan yang bersumber dari sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) sebagai langkah akhir dalam menganalisis resiko bencana. Parameter yang digunakan disajikan dalam Gambar 2

Gambar 2. Matriks Kapasitas

E.1.3 INDEKS BAHAYA

Analisis indeks bahaya yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan tingkat keparahan ancaman yang berasal dari fenomena alam serta dampak yang ditimbulkan. Parameter fenomena alam tersebut dikelaskan berdasarkan sebuah matriks sehingga dapat dispasialkan.

Gambar 3. Matriks Multibahaya

Indeks bahaya dari setiap variabel dihitung dengan metode Coastal Hazard Index yang ditetapkan oleh USGS (1999) dalam Rachmadianti et al (2018), nilai variabel terdiri atas tiga kelas (1 = rendah, 2 = sedang, 3 = tinggi), selanjutnya indeks bahaya dinilai berdasarkan hasil perhitungan nilai tiap variabel bahaya dan dibagi rata. Kemudian setelah mendapat nilai rerata diklasifikasi sesuai kategori dibawah ini :

E.1.4 INDEKS RISIKO 

Risiko (risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, jumlah orang mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan infrastruktur, dan gangguan kegiatan masyarakat secara sosial dan ekonomi. Indeks Risiko Bencana Indonesia ini dihitung berdasarkan rumus

Indeks Risiko = Bahaya x (Kerentanan/Kapasitas)

F. AHA MOMENT!!!!!!

F.1. GEOPORTAL COASTAL RISK ASSESSMENT

F.2. PENGGUNAAN LAHAN KOTA PEKALONGAN TAHUN 2019

F.3. DELINIASI BANJIR PASANG

F.4. PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN DSAS

F.5. ESTIMASI PENURUNAN MUKA TANAH (LAND SUBSIDENCE)

G. HASIL

G.1. DEMOGRAFIS KOTA PEKALONGAN

Dengan adanya analisis demografi ini tampak bahwa kepadatan penduduk tertinggi di Kota Pekalongan berada di Kecamatan Barat, serta didominasi oleh kelompok umur dewasa. Berdasarkan rasio jenis kelamin, warga kota pekalongan cukup berimbang antara laki-laki dan perempuan. Disisi lain, terdapat jumlah penduduk miskin terbanyak di Kecamatan Pekalongan Selatan. Hal ini menjadi perhitungan dalam menentukan nilai kerentanan di Kota Pekalongan.

G.2. INDEKS RISIKO PESISIR KOTA PEKALONGAN

Indeks Risiko Pesisir di Kota Pekalongan didasarkan terhadap ancaman atau bahaya yang berasal dari laut maupun darat sehingga akan menampilkan data dinamis dan berbeda dengan Indeks Risiko dengan Bahaya Alam dan Non Alam. Pada penilaian ini diperoleh hasil wilayah pantai Kota Pekalongan memiliki kategori berisiko tinggi kemudian semakin menjauhi pantai semakin menurun indeks risikonya. Sebagian besar wilayah kota pekalongan memiliki risiko rendah. Dengan demikian BAHAYA atau ANCAMAN dari laut dan darat senantiasa mampu di reduksi dengan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) di kota tersebut serta infrastruktur pendukung dalam penanggulangan bencana.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa :

  • Kajian risiko pesisir telah dilakukan dengan indeks risiko pesisir kota Pekalongan tahun 2018-2023 yang berdasarkan indeks bahaya pesisir, indeks kerentanan dan indeks kapasitas.
  • Pembuatan WebGIS telah dilakukan dengan menggunakan teknologi ESRI yang dapat diakses pada bit.ly/REGISCORA2019.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekalongan (2018). Jumlah Penduduk Kota Pekalongan 2018.
Bickerstaff, Karen. 2004. Risk perception research: socio-cultural perspectives on the public experience of air pollution . Environment Internasional. Vol. 30:6. Pages 827 – 840.
Birkmann, J. 2007. Risk and Vulnerability indicators at different scales: Applicability, usefulness and policy implications, Environmental Hazards, 7, 20-31.
BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.
Bryan CJ, Walton GM, Rogers T dan Dweck CS 2011. Motivating voter turnout by invoking the self. Proc Natl Acad Sci USA 108(31):12653–12656.
Forestriko, Hernandea Frieda. 2016. Pemanfaatan Citra Landsat 8 untuk Estimasi Stok Karbon Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Sistem Informasi Geografis, 1 (2): 1 – 10.
Gornitz V dan Kanciruk P. 1989. Assessment of global coastal hazards from sealevel rise. Proceedings of the 6th Symposium on Coastal and Ocean management, ASCE, July 11-14 1989, Charleston, SC.
IPCC. Climate Change 2007; Mitigation of Climate Change. Cambridge University Press, Cambridge, 2007.
Kushardono, Dony, S. Budhiman. B.Trisakti, Suwarsono, A. Maryanto A. Widipaminto. M. R. Khomarudin dan Winanto. 2014. Menentukan Spesifikasi Sensor Satelit Penginderaan Jauh Nasional Berdasarkan Informasi Kebutuhan Pengguna. Prosiding Sinas Inderaja. 33 – 47.
22

Khan, Ansar dan Soumendu C. 2018. Coastal Risk Assessment A Comprehensive Framework for the Bay of Bengal. SpringerBriefs in Oceanography.
Lestari, Tyas Ayu. E. B. Priyanto. D. Fitriyanto. Kuswantoro. A. Rahadian dan S.Vildyan. 2018. Kajian Risiko Bencana Pesisir. Wetlands International Indonesia, 146 hlm.
Maskrey, Andrew. 2011. Revisting Community Based Disaster Risk Management. Environmental hazard : Volume 10, hal 42-52.
Pantusa, Mailo M. 2018. Infrastucture Vulnerability Index of Drinking Water System to Terrorist Attacks. Cogent Engineering, 5 (1): 145 – 154.
PBB. 2017. World Population Prospects, the 2017 Revision. Population Estimates and Projections Section.
Romieu E, Welle T, Schneiderbauer S, Pelling M dan Vinchon C. 2010. Vulnerability assessment within climate change and natural hazard contexts: revealing gaps and synergies through costal applications. Sustain Sci 5(2):159–170.
Sarah, Dwi, Soebowo, E., 2018. Land Subsidence Threats and Its Management in The North Coast of Java. IOP Conf. Ser. Earth Enviromental. Sci. 118.
Thieler E.R dan Hammer-Klose ES. 1999. National assessment of coastal vulnerability to sea level rise: preliminary results for the U.S. Atlanta coast. USGS, Open File Report 99-593. Dapat diakses pada http://pubs.usgs.gov/of/1999/of99-593/index.html diakses pada 30 juli 2019.
UNDRO. 1991. Mitigating Natural Disasters. Phenomena, Effects and Options. United Nations Disaster Relief Co-ordinator, United Nations, New York. 164 pp.
Wulandari, Ninik. 2014. Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Supplier di PT. Alfindo Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Sistem Informasi. Vol.1(1)

more
1 1 3,068
BintangPutra
Emerging Contributor

Latar belakang permasalahan

   Virus Corona atau COVID-19 begitu memukul dunia usaha dari berbagai sektor. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang terpaksa merumahkan bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya. Hal ini didukung dengan adanya kebijakan Work From Homeserta PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diterapkan diberbagai daerah.

   

   Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa saat ini telah terjadi peningkatan jumlah pekerja yang dirumahkan dan kena PHK. Kini jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja yang dirumahkan dan kena PHK naik menjadi sekitar 1,7 juta orang.

"Per hari ini total sudah mencapai 1.722.958 orang yang terdata (dirumahkan dan kena PHK)" ujar Ida dalam telekonferensi bertajuk Perlindungan Pekerja dan Buruh Pada Masa Pandemi, Jumat (1/5/2020).

   Rinciannya, pekerja yang dirumahkan mencapai 1.347.793, sedangkan yang kena PHK mencapai 375.165 pekerja. Dari jumlah tersebut 1.032.160 pekerja di antaranya berasal dari sektor formal dan 314.833 pekerja lainnya berasal dari sektor informal.

"Ada sekitar 1,2 juta yang akan terus kami lakukan validasi datanya," tambahnya.

Sumber : Detik Finance

Tujuan

   Memberikan informasi mengenai lowongan pekerja yang tersedia di Indonesia, dengan menampilkannya dalam bentuk data spasial yang direpresentasikan dengan bentuk point. Sehingga, memudahkan para pencari kerja untuk melihat persebaran, dan memilah kategori pekerjaan serta lokasi pekerjaan yang diinginkan.

Produk Esri yang digunakan

ArcGIS Online | Esri Indonesia  ArcGIS Online      
  Web AppBuilder for ArcGIS | Make Your Own Web App, No Coding Required  Web AppBuilder for ArcGIS 

Data yang digunakan

   Data tabular informasi lowongan pekerjaan berupa file dengan format .csv dari referpal (data dapat diunduh disini)

Langkah-langkah pembuatan WebApp

   1. Memilah atribut yang akan ditampilkan pada aplikasi.

      Informasi lowongan kerja yang ingin saya tampilkan, memiliki atribut sebagai berikut:

  • Posisi;
  • Perusahaan;
  • Lokasi;
  • Tipe Pekerjaan;
  • Category;
  • Level;
  • Email;
  • Nama Lengkap;
  • LinkedIn URL.

2. Menambah Data Tabular ke Konten di ArcGIS Online

  •    Buka ArcGIS Online > Masuk ke Tab Konten > Buat Folder Baru > Tambah Item > Dari Komputer Anda > Pilih File .csv yang telah diunduh dan dipilah.

    #Tips : Teruntuk pengguna personal use license, ada baiknya untuk menggunakan lokasi dengan pilihan lattitude dan longtitude. Karena jika menggunakan geocoding, akan mengonsumsi credit  dengan cukup besar (40 credits untuk 1000 geocoding) seperti yang saya alami ((menangis)). 

   Untuk mempelajari hal apa saja yang dapat mengonsumsi credits, dapat dilihat disini.

                                    

3. Menampilkan data di Map Viewer
  • Buka Map Viewer > Kemudian, cari data spasial (feature layer) informasi pekerjaan yang terdapat pada folder yang telah dibuat, tambahkan ke peta.
4. Mengubah Style dari atribut
  • Pilih Ubah Gaya
  • Pilih atribut yang ingin ditampilkan (Saya ingin menampilkan atribut berdasarkan category)
  • Pilih Gaya (memilih tipe (simbol unik) karena dapat menampilkan kategori fitur yang berbeda-beda)
  • Pilih Opsi untuk mengubah simbol mulai dari bentuk, warna, dan ukuran.

5. Membuat Aplikasi Web
  • Simpan peta > Pilih bagikan > Pilih buat aplikasi Web.

6. Mendesain Aplikasi Web
  • Pilih Tema yang diinginkan, mulai dari ragam, hingga tata letaknya, pastikan tema yang dipilih sesuai dengan tujuan dibuatnya aplikasi.

  • Pilih Widget yang dikehendaki, serta menunjang tersampaikannya informasi dengan baik.
  • Pada Kolom Atribut, masukkan logo serta nama organisasi atau aplikasi yang dikehendaki untuk menunjukkan identitas dari aplikasi tersebut.

  • Untuk Widget Filter, pastikan kamu telah menambahkan ekspresi untuk mendefinisikan/menampilkan atribut yang ingin dimunculkan dengan filter.
7. Melihat Pratinjau Aplikasi Web
  • Pilih Pratinjau > Pilih Jenis SmartphonePlatform yang ingin dilihat pratinjaunya.

8. Meluncurkan Aplikasi Web
  • Pilih luncurkan > Kemudian, atur tingkat berbagi menjadi semua orang (publik), sehingga dapat diakses publik.

Apa yang membuatnya menarik?

1. Dapat menampilkan persebaran informasi pekerjaan yang dapat lebih mudah dilihat secara visual, reliabel dan aktual.

2. Terdapat fitur filter yang memudahkan pencarian pekerjaan yang lebih spesifik.

3. Dapat mengetahui pekerjaan yang tersedia didekat lokasi pengguna, sehinga dapat meminimalisir biaya akomodasi.

4. Tentunya yang membuat aplikasi ini sangat menarik adalah karena menggunakan produk esri. 

Kesimpulan

   Pekerjaan menjadi hal dasar yang diperlukan bagi setiap masyarakat, terlebih di masa krisis seperti ini. Maka dari itu, sistem informasi yang memuat terkait informasi lowongan kerja yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sangat diperlukan. Sehingga, masyarakat dapat mendapatkan informasi pekerjaan yang aktual, reliabel, serta efisien.

   

Terima kasih     

   

#arcnesiacommunitychallenge #Arcnesia #ArcGIS #esriindonesia

more
0 0 1,308
Gian_FelixRamadan
Emerging Contributor

A.   Latar belakang

      Desa Tlogoadi merupakan desa yang berada pada Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Tlogoadi memilikii luas wilayah sebesar 4,82 km2 dengan 12 Dusun, 35 RW, dan 87 RT (BPS Sleman, 2019). Lahan terbangun pada Desa Tlogoadi memiliki luas kurang lebih 1,8 km2 dan sisanya berupa lahan terbuka, perkebunan, atau lahan pertanian dari hasil interpretasi visual melalui citra. Desa Tlogoadi merupakan Ibukota Kecamatan Mlati dengan jarak 4,5 km dari Ibukota Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman (BPS Sleman, 2019). Desa Tlogoadi berlokasi strategis karena tidak jauh dari Ibukota Kabupaten sehingga banyak masyarakat yang bertempat tingga di desa ini. Pada tahun 2018, Desa Tlogoadi memiliki jumlah penduduk sebanyak 13.198 orang dengan jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki sebanyak 6.580 orang dan jenis kelamin perempuan sebanyak 6.618 orang (BPS Sleman, 2019).

      Banyaknya jumlah penduduk membuat tingkat lahan terbangun berupa permukiman semakin meningkat. Peningkatan jumlah tersebut tentu akan mempengaruhi tingkat kualitas permukiman. Kualitas permukiman secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kenyamanan tempat tinggal. Variabel tersebut yaitu kepadatan bangunan, tata letak, lebar jalan, kondisi jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokasi permukiman, kerawanan bencana, air bersih, dan sanitasi (Maru & Iswari, 2016). Kajian kualitas permukiman dapat diketahui melalui metode pendekatan kuantitatif berupa pengharkatan berjenjang tertimbang. Perolehan data tiap variabel kualitas permukiman menggunakan teknik interpretasi citra penginderaan jauh secara visual. Pembuatan peta dan proses yang dilakukan tentu saja  dibantu menggunakan produk ESRI yaitu ArcMap 10.5.

B.   Tujuan

  1. Membuat pemodelan kualitas permukiman di Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman
  2. Menganalisis kualitas permukiman di Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman

C.   Data yang digunakan

  1. Data citra SRT BIG Kabupaten Sleman Bagian Tengah
  2. Data Bata Administrasi Desa Kabupaten Sleman

D.   Metode

D. 1. Interpretasi visual citra

      Interpretasi visual merupakan proses mengamati dan menganalisis citra yang bertujuan untuk mengidentifikasi objek. Objek yang diidentifikasi yaitu blok permukiman dan atap bangunan. Objek tersebut kemudian dilakukan digitasi untuk mendapatkan shapefile data. Proses digitasi menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.5 melalui tools yang tersedia.

                           

             Gambar Hasil Digitasi Blok Permukiman                                                            Gambar Hasil Digitasi Atap Bangunan

D. 2. Interpretasi visual kualitas permukiman

   Interpretasi pada variabel kualitas permukiman bertujuan untuk mengetahui variabel – variabel yang berpengaruh terhadap kualitas permukiman. Masing – masing variabel diberi nilai dengan rentang 1 hingga 3. Nilai 1 merupakan nilai yang dianggap buruk dalam kualitas permukiman, sedangkan nilai 3 merupakan nilai yang dianggap baik dalam kualitas permukiman. Berikut kriteria penilaian kualitas permukiman:

      

  

             

 

           

Tabel tiap variabel kualitas permukiman

D. 3. Pembobotan variabel kualitas permukiman

   Variabel kualitas permukiman yang sudah diberi nilai masing - masing kemudian dilakukan pembobotan berjenjang tertimbang dengan memberi faktor penimbang pada masing - masing variabel kualitas permukiman. Faktor penimbang variabel kualitas permukiman terdapat dalam tabel. Kemudian hitung total kualitas permukiman pada Desa Tlogoadi tersebut.

                     Tabel Faktor Penimbang Variabel Kualitas Permukiman

D. 4. Pemetaan kualitas permukiman

   Setelah dilakukan pembobotan dan diketahui nilai total dari kualitas permukiman maka dapat dilakukan klasifikasi secara kategori berdasarkan nilai total tersebut. Klasifikasi yang digunakan yaitu nilai 22 – 37 merupakan buruk, nilai 38 – 51 merupakan sedang, dan nilai 52 – 66 merupakan baik. Hasil klasifikasi dapat dibuat peta dengan cara layout peta dengan prinsip kartografis menggunakan produk ESRI berupa ArcMap 10.5.

 

E.   Hasil

                             

Gambar Peta Kualitas Permukiman Desa Tlogoadi

      Hasil pada peta menunjukkan sebaran kualitas permukiman yang ada pada Desa Tlogoadi. Terlihat pada peta total luasan blok permukiman yang memiliki kualitas baik yaitu sebesar 1.285.054,634 m2 , kualitas sedang sebesar 523.669,677 m2, dan kualitas buruk sebesar 0 m2. Hasil pemetaan ini dapat dijadikan sebagai arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, strategi penataan ruang wilayah kota, kebijakan pembangunan dan lainnya.

F.    Kesimpulan

  1. Pemodelan kualitas permukiman dapat menggunakan metode kuantitatif berupa pengharkatan berjenjang tertimbang yang dibantu dengan SIG dan juga perangkat lunak pemetaan seperti ArcMap 10.5 produk ESRI. Pemodelan tersebut menunjukan sebaran tingkat kualitas permukiman yaitu baik dan sedang pada Desa Tlogoadi.
  2. Hasil pemodelan menginformasikan tingkat kualitas permukiman pada Desa Tlogoadi merupakan kualitas yang baik. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar kualitas permukiman pada Desa Tlogoadi merupakan kualitas yang baik yaitu sebesar 285.054,634 m2, sedangkan kualitas permukiman sedang sebesar 523.669,677 m2 dan kualitas permukiman buruk sebesar 0 m2.

G.   Daftar pustaka

BPS Kabupaten Sleman. 2019. Kecamatan Mlati Dalam Angka 2019. Sleman: BPS Kabupaten Sleman.

Maru, Alke C. H. dan Iswari Nur H. 2016. Pemanfaatan Citra Quickbird dan SIG untuk Pemetaan Tingkat Kenyamanan       Permukiman di Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara. Jurnal Majalah Geografi Indonesia, Vol. 30, No.         1. 1-8.

Semoga bermanfaat,

Mohon maaf bila banyak salah

Terimakasih

more
0 0 1,905
RahmanHilmy_Nugroho
Emerging Contributor

Intensitas pemanfaatan ruang merupakan ketentuan teknis tentang kepadatan zona terbangun yang disyaratkan pada zona tersebut dan diukur melalui koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan koefisien dasar hijau (KDH). Intensitas pemanfaatan ruang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi. Ketentuan ini mengatur intensitas pemanfaatan yang diperbolehkan pada suatu zona. Sebelum itu, dihitung terlebih dahulu intensitas pemanfaatan ruang eksisting pada suatu kawasan agar diketahui apakah intensitas pemanfaatan tersebut sudah sesuai atau belum dengan peraturan yang ada dan direncanakan pada peraturan yang akan disusun.

Intensitas pemanfaatan ruang eksisting digunakan untuk pertimbangan intensitas pemanfaatan ruang maksimum dan minimum yang digunakan sebagai batas pembangunan seperti KDB Maksimum, KLB Maksimum, serta KDH minimum. Dimana ketentan ini berdasarkan pada ketentuan kegiatan dalam zona serta peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung yang dijadikan peraturan berikutnya.

Peraturan Zonasi

Intensitas pemanfataan ruang merupakan aturan dasar pada peraturan zonasi yang disusun untuk setiap zona peruntukan dengan memperhatikan fungsinya yang ditetapkan dalam rencana rinci tata ruang dan bersifat mengikat (regulatory). Setiap zona peruntukan akan berlaku aturan dasar tertentu yang mengatur perpetakan, kegiatan, intensitas ruang dan tata bangunan. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Rencana Detail Tata Ruang Peraturan zonasi dan berfungsi sebagai: perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang; acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang; acuan dalam pemberian insentif & disinsentif; acuan dalam pengenaan sanksi; serta rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi. Peraturan zonasi sangat penting karena bermanfaat untuk: menjamin dan menjaga kualitas ruang BWP minimal yang ditetapkan; menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan cara meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; serta meminimalkan gangguan/dampak negatif terhadap zona.

Bagaimana cara menghitung intensitas pemanfaatan ruang?

Intensitas pemanfaatan ruang terdiri dari KDB, KLB, dan KDH. Secara ringkasnya, koefisien dasar bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dengan luas kavling. Koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas kavling. Koefisien dasar hijau (KDH) adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi penghijauan/pertamanan dengan luas kavling. Ilustrasi intensitas pemanfaatan ruang dan rumus perhitungan KDB, KLB, KDH dapat dilihat pada gambar di bawah.

Ilustrasi Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Ilustrasi dan Rumus Pemanfaatan Ruang meliputi KDB, KLB, dan KDH

Menghitung Intensitas Pemanfaatan Ruang dengan ArcMap

Tampak mudah dan sederhana rumus perhitungan tersebut jika yang dihitung hanya satu kavling bangunan atau satu kompleks. Bagaimana jika menghitung KDB, KLB, dan KDH pada suatu kawasan, bahkan satu kota. Apakah harus dihitung satu per satu intensitas pemanfaatan ruang pada tiap bangunan? Terlalu banyak membuang waktu, untuk itu diperlukan langkah cepat dengan menggunakan salah satu produk dari ESRI yaitu ArcMap. ArcMap merupakan software yang sering digunakan untuk proses GIS dan pemetaan dengan komputer. Dalam rangka #arcnesiacommunitychallenge akan dibagikan tips menghitung intensitas pemanfaatan ruang menggunakan software #arcgis. Dengan menggunakan ArcMap, dapat dilakukan analisis spasial yang salah satunya adalah menghitung intensitas pemanfaatan ruang.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Persiapan

Hal-hal yang perlu disiapkan untuk menghitung intensitas pemanfaatan ruang meliputi:

  • Software ArcMap (Dalam tutorial ini menggunakan ArcMap 10.2)
  • Shapefile Bangunan (Terdapat field jumlah lantai bangunan)
  • Shapefile Zonasi Kawasan
  • Shapefile Kavling Bangunan
  • Shapefile jalan, sungai, dan batas adminstrasi (Opsional)

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Shapefile Bangunan, Kavling Bangunan, Zona

Berdasarkan ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, perhitungan intensitas dapat dilakukan pada tiap kavling bangunan maupun menghitung intensitas rata-rata pada peruntukan blok/zona. Langkah-langkah yang dilakukan sama, hanya terdapat perbedaan input. Dalam Tutorial ini menggunakan data Kawasan Pengging yang terletak di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kawasan ini merupakan kawasan pariwisata yang memiliki beberapa obyek mata air seperti Umbul Pengging dan Umbul Sungsang, serta memiliki nilai sejarah dan tradisi yang masih tetap terjaga. Pemandian Umbul Pengging merupakan kompleks pemandian peninggalan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Langkah-langkah

Berikut langkah-langkah untuk menghitung intensitas pemanfaatan ruang menggunakan ArcMap:

Buka Software ArcMap, lalu save dengan nama PETA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG. Jangan lupa mengatur Coordinat System dengan cara klik kanan Dataframe intensitas pemanfaatan ruang kemudian pilih properties. Pilih tab Coordinat System dan pilih WGS 1984 UTM Zone 49S. Hal ini karena Kabupaten Boyolali termasuk kedalam zona 49s. Selanjutnya klik Ok.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyMengatur Sistem Koordinat pada Data Frame

Masukkan shapefile BANGUNAN dan KAVLING BANGUNAN. Jika ingin menghitung rata-rata pada tiap zona, maka ganti semua langkah yang menunjukan layer KAVLING BANGUNAN dan diganti dengan ZONA KAWASAN. Buka tabel atribut layer BANGUNAN dan pastikan sudah ada field Lantai Bangunan.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Field Lantai Bangunan

Pilih menu Geoprocessing > Dissolve untuk menggabungkan bangunan yang memiliki kesamaan pada jumlah lantai. Isi input features dengan shapefile BANGUNAN; Output Feature Class dengan nama BANGUNAN_1. Centang field LT_BGN (Lantai Bangunan) pada Dissolve Field. Lalu klik Ok. Bangunan-bangunan yang memiliki kesamaan lantai akan bergabung.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Proses Dissolve

Beralih pada layer KAVLING BANGUNAN, buka tabel atribut pada layer KAVLING BANGUNAN, buat field baru dengan nama LUAS_LHN (Luas Lahan); Type : short integer; nilai precision 5. Setelah itu, klik kanan pada field LUAS_LHN dan pilih Calculate Geometri untuk menghitung luas lahan. Pilih property dengan Area dan pilih units Square Meters. Klik Ok, luas lahan pada kavling bangunan akan terisi.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Menghitung Luas Lahan

Pilih menu Geoprocessing > Intersect untuk menggabungkan dua feature dan menghilangkan bagian feature yang tidak bertumpangan. Masukan Input Feature BANGUNAN_1 dan KAVLING BANGUNAN; Output Features Class dengan nama BANGUNAN_2; kemudian klik Ok.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Proses Intersect

Buka Tabel Atribut pada layer BANGUNAN_2; hapus field yang tidak diperlukan hingga tersisa dua buah field, yaitu LT_BGN dan FID_KAVLIN.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Field LT_BGN dan FID_KAVLIN pada layer BANGUNAN_2

Menghitung Luas Bangunan Tiap Kavling

Selanjutnya dilakukan perhitungan luas bangunan yang caranya sama dengan perhitungan luas lahan di atas. Namun, sebelumnya bangunan dipisahkan berdasarkan jumlah lantainya agar mempermudah saat perhitungan luas lantai bangunan. Select semua bangunan Lantai 1 di Layer BANGUNAN_2; lalu export data dengan cara klik kanan layer BANGUNAN_2 > Data > Export Data; Pilih Selected features pada tipe Export, kemudian Coordinat System dengan data frame, dan Beri Output Feature Class dengan nama BANGUNAN_LT1. Klik OK dan akan menghasilkan Shapefile baru.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Ulangi langkah diatas untuk melakukan seleksi pada bangunan lantai 2 hingga lantai tertinggi. Sehingga terdapat 4 shape file baru dengan nama: BANGUNAN_LT1; BANGUNAN_LT2; BANGUNAN_LT3; BANGUNAN_LT4.

Buka tabel atribut layer BANGUNAN_LT1, tambahkan field baru dengan nama LB_LT1 (Luas Bangunan Lantai 1) dengan tipe short integer dan precision 5. Selanjutnya klik kanan field LB_LT1 dan pilih Calculate Geometri untuk menghitung luas bangunan. Pilih Property: Area dan Units: Square Meters [sq m]. Lakukan hal yang sama pada layer BANGUNAN_LT2 dan seterusnya dengan nama field baru sesuai dengan jumlah lantainya.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyMenghitung Luas Bangunan

Menggabungkan Tabel

Setelah itu, gabungkan tabel Luas Bangunan pada layer KAVLING_BANGUNAN dengan cara membuka tabel atribut layer KAVLING_BANGUNAN. Pada tabel option, pilih Join and Relates > Join... Akan muncul jendela Join Data. Selanjutnya, isi Poin 1: FID; Poin 2: BANGUNAN_LT1; Poin 3: FID_KAVLIN. Lalu klik Ok. Tabel pada layer BANGUNAN_LT1 telah berhasil dimasukan ke layer KAVLING_BANGUNAN. Gabungkan tabel luas bangunan lagi untuk bangunan lantai 2 dan seterusnya. Semua tabel akan masuk ke dalam layer KAVLING_BANGUNAN.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Memasukan tabel Luas Bangunan pada Layer Kavling Bangunan

Export Kavling Bangunan dengan cara klik kanan Layer Kavling Bangunan > Data > Export Data. Beri nama dengan INTENSITAS_PEMANFAATAN_RUANG. Selanjutnya, Open Atribut Table pada layer INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG. Hapus field yang tidak diperlukan hingga menyisakan field LUAS_LHN; LB_LT1; LB_LT2; LB_LT3; LB_LT4.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Tabel Atribut Intensitas Pemanfaatan Ruang

Menghitung Luas Dasar Bangunan dan Luas Lantai Bangunan dengan Field Calculator

Hitung luas dasar bangunan yang digunakan untuk menghitung KDB dengan cara menambah Field Baru dengan nama LD_BGN (Luas Dasar Bangunan) bertipe Short Integer dan precision 5. Setelah muncul field baru, klik kanan pada field LD_BGN dan pilih Field Calculator. Masukan rumus [LB_LT1] + [LB_LT2] + [LB_LT3] + [LB_LT4]. Klik OK, setelah itu luas dasar bangunan akan terisi.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyField Calculator untuk menghitung Luas Dasar Bangunan

Setelah itu, hitung luas lantai bangunan yang digunakan untuk menghitung KLB dengan cara menambah field baru dengan nama LLT_BGN (Luas Lantai Bangunan) bertipe Short Integer dan precision 5. Setelah mucul field baru, klik kanan pada field LLT_BGN dan pilih Field Calculator. Masukan rumus ([LB_LT1]*1) + ([LB_LT2]*2) + ([LB_LT3]*3) + ([LB_LT4]*4). Klik OK, setelah itu luas dasar bangunan akan terisi.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Field Calculator untuk menghitung Luas Lantai Bangunan

Menghitung KDB, KLB, dan KDH dengan Field Calculator

Luas lahan, luas dasar bangunan, serta luas lantai bangunan inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung intensitas pemanfaatan ruang meliputi KDB, KLB, dan KDH. Hitung koefisien dasar bangunan (KDB) eksisting dengan cara menambah Field Baru dengan nama KDB bertipe Double dan precission 5; Scale 3. Klik kanan pada field KDB dan pilih Field Calculator. Masukan rumus [LD_BGN]/[LUAS_LHN]. Klik OK, setelah itu angka desimal yang menunjukkan KDB akan muncul.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyField Calculator untuk menghitung KDB

Hitung koefisien lantai bangunan (KLB) eksisting dengan menambahkan field baru dengan nama KLB bertipe Double dan Precission: 5; Scale 3. Lalu, klik kanan pada field KLB dan pilih Field Calculator. Masukan rumus [LLT_BGN]/[LUAS_LHN]. Klik OK, setelah itu muncul hasil perhitungan KLB.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyField Calculator untuk menghitung KLB

Hitung koefisien dasar hijau (KDH) eksisting dengan cara menambah Field Baru dengan nama KDH bertipe Double dan Precission: 5; Scale 3. Lalu, klik kanan pada field KDH dan pilih Field Calculator. Masukan rumus ([LUAS_LHN]-[LD_BGN])/[LUAS_LHN]. Klik OK, setelah itu angka desimal yang menunjukkan KDH akan muncul.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyField Calculator untuk menghitung KDH

Perhitungan intensitas pemanfaatan ruang telah selesai dengan bentuk angka decimal.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyTabel Atribut Intenstas Pemanfaatan Ruang Setelah Perhitungan

Memberi Style Simbology

Langkah selanjutnya adalah memberikan style simbology untuk keperluan layouting peta. Buka layer properties pada layer INTENSITAS_PEMANFAATAN_RUANG. Pilih tab Simbology, setelah itu pilih Show: Quantities > Graduated Color. Pada box Field pilih Value: KDB; Normalization: none; dan Color Ramp: Bebas. Tentukan jumlah klasifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan dan klik Classify untuk mengatur panjang kelas klasifikasi. Untuk mengganti angka desimal menjadi persen, ganti nilai pada label dengan persen. Klik OK.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman HilmyPemberian Style Simbologi KDB

Lakukan hal yang sama pada KLB dan KDH. Berikut merupakan tampilan layer setelah diberi Style Simbology.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Berikut merupakan hasil dari pemberian style pada KDB, KLB, dan KDH. Selanjutnya bisa dilakukan layouting peta untuk menghasilkan Peta Intensitas Pemanfaatan Ruang Eksisting.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Nilai KDB pada tiap kavling

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Nilai KLB pada tiap kavling

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Nilai KDH pada tiap kavling

Berikut merupakan hasil dari intensitas pemanfaatan ruang pada peruntukan blok / zona kawasan dengan cara yang sama.

Intensitas Pemanfaatan Ruang KDB KLB KDH Rahman Hilmy

Nilai Intensitas Pemanfaatan Ruang Pada Tiap Blok / Zona

Intensitas pemanfaatan ruang eksisting telah berhasil dihitung. Dapat terlihat dengan jelas mana kavling/blok yang memiliki intensitas rendah, sedang, maupun tinggi. Membandingkan dengan rencana tata ruang yang ada untuk mengetahui apakah kavling/blok tersebut sudah sesuai atau melanggar. Serta dapat dijadikan sebagai arahan untuk pembuatan rencana tata ruang khususnya peraturan zonasi kedepannya. Berikut merupakan video tutorial cara menghitung intensitas pemanfaatan ruang menggunakan ArcMap.

Video tutorial cara menghitung intensitas pemanfaatan ruang menggunakan ArcMap

Sekian, terimakasih.

Semoga bermanfaat.

more
1 0 38.8K
14 Subscribers